PASURUAN, KlikNews.co.id — Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun Ajaran 2025 di Kabupaten Pasuruan yang baru saja diluncurkan sebagai pengganti PPDB menuai kontroversi. Alih-alih membawa solusi, sistem ini justru memunculkan keganjilan baru yang membuat publik bertanya-tanya.

Kejanggalan itu dirasakan langsung oleh warga Desa Karangsono, Kecamatan Wonorejo. Dua orang tua calon siswa mengaku kecewa karena anak mereka ditolak mendaftar di SDN Karangsono, padahal rumah mereka hanya berjarak 150 meter dari sekolah.

Ironisnya, calon siswa dari luar kota seperti Surabaya justru diterima. Hal ini menyulut kemarahan dan kekecewaan warga setempat yang merasa tidak mendapatkan prioritas meski berada di lingkungan terdekat.

“Jujur kami kecewa. Kami mendaftar lebih awal dan rumah kami hanya beberapa langkah dari sekolah, tapi ditolak karena alasan kuota penuh. Tapi justru anak dari Surabaya malah diterima. Ini kebijakan yang tidak adil!” keluh Nurul Khoiridah, salah satu orang tua, dengan nada geram, Selasa (03/06/2025).

Pihak sekolah, melalui Kepala SDN Karangsono, Izarul Laila, berdalih bahwa jumlah rombongan belajar (rombel) dibatasi maksimal 40 siswa, dan kapasitas sudah penuh. Namun, alasan tersebut dianggap tak cukup kuat oleh warga, apalagi dengan adanya penerimaan siswa dari luar daerah.

“Kalau dipaksakan menerima lebih, nanti sekolah yang disalahkan. Bisa-bisa anak-anak itu malah tidak bisa mendapat ijazah karena melebihi kuota. Untuk siswa dari luar kota, orang tuanya memang mendaftar lebih awal dan ada hubungan kekeluargaan dengan warga sekitar,” jelas Izarul.

Namun publik mempertanyakan validitas alasan tersebut. Jika prinsip zonasi dan asas keadilan diterapkan secara konsisten, seharusnya anak dari lingkungan terdekat mendapat prioritas tanpa terkecuali.

Sementara itu, Safii, Kabid Pengawasan dan Pembinaan SD-SMP Kabupaten Pasuruan, belum memberikan klarifikasi resmi. Permintaan wawancara dari media belum mendapat tanggapan meski telah ditunggu beberapa hari.

Warga kini mendesak transparansi dan evaluasi menyeluruh terhadap sistem SPMB 2025. Mereka menuntut keadilan agar tak ada lagi anak-anak lokal yang terpinggirkan dari hak dasar mereka untuk bersekolah di lingkungan tempat tinggal sendiri.

(ml/dor)