SURABAYA, KLIKNEWS.CO.ID – Penetapan asas dominus litis dalam Rancangan Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dianggap oleh banyak pihak sebagai langkah yang memperluas kewenangan Kejaksaan, terutama dalam hal penyidikan.
Dalam perspektif praktisi hukum, seperti yang disampaikan, kewenangan ini berpotensi menimbulkan konflik antar lembaga penegak hukum.
Hal ini karena Kejaksaan, Polri, dan KPK memiliki kewenangan yang sama dalam menangani perkara, terutama yang berkaitan dengan korupsi, yang dapat menyebabkan tumpang tindih dan perbedaan interpretasi dalam penegakan hukum.
Perbandingan antara Pasal 6 KUHAP dan Pasal 6 RUU KUHAP menunjukkan adanya penambahan norma yang memberikan kewenangan untuk melakukan penyidikan, meskipun terbatas oleh UU.
Namun, asas dominus litis yang memperluas kewenangan Kejaksaan, khuSUsnya dalam hal penyidikan, memerlukan pembatasan yang jelas agar tidak mengganggu keseimbangan kekuasaan antara lembaga-lembaga yang terlibat.
Dalam perspektif ini, penambahan kewenangan dalam Pasal 30 UU Kejaksaan yang sedang direvisi, dan yang diatur dalam Pasal 42 RUU KUHAP, berpotensi menciptakan konflik kewenangan dengan UU Kepolisian dan UU KPK.
Oleh karena itu, penting untuk merumuskan regulasi yang jelas mengenai batasan kewenangan, agar tidak mengganggu prinsip checks and balances yang seharusnya menjadi landasan sistem peradilan pidana.
Sebagai praktisi hukum, penulis menekankan pentingnya batasan Kewenangan yang tegas dan jelas, guna memastikan tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antara lembaga -lembaga penegak hukum di Indonesia.
(Saniman)