SURABAYA, KLIKNEWS.co.id – Beredarnya video dari akun Instagram @viralforjustice memunculkan tanda tanya besar mengenai motif di balik narasi yang disampaikan. Konten tersebut dinilai bukan sekedar opini emosional, tetapi berpotensi menjadi propaganda identitas yang dapat memicu segregasi sosial di Surabaya.
Klaim bahwa gerakan “#forjustice” hadir untuk “mengembalikan hak dan martabat orang Surabaya, terutama orang Jawa” menimbulkan kecurigaan publik, apakah gerakan ini benar-benar memperjuangkan keadilan, atau justru memanfaatkan sentimen etnis untuk meraih simpati.
Sejumlah pemerhati media menyebut narasi semacam ini sebagai komunikasi yang berbahaya, mengingat Surabaya merupakan kota dengan tingkat keberagaman tinggi. Penyebaran pesan yang mengunggulkan satu kelompok atas kelompok lain dianggap sebagai pola lama yang sering digunakan untuk memecah belah masyarakat.
Aliansi Madura Indonesia (AMI) menjadi pihak yang paling keras menyoroti video tersebut. Ketua Umum AMI, Baihaki Akbar, tidak menutupi kekhawatirannya bahwa ini bisa menjadi pemantik konflik horizontal.
Baihaki menilai, video itu bukan sekadar tidak bertanggung jawab, tetapi berpotensi menjadi benih provokasi yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu.
“Ini bukan konten biasa. Ada narasi SARA yang jelas diarahkan untuk membangun superioritas etnis tertentu. Surabaya bukan ruang bagi propaganda seperti itu,” tegas Baihaki.
Ia mengingatkan bahwa kota ini dibangun oleh banyak kelompok yang selama puluhan tahun hidup berdampingan. Mengangkat narasi seolah Surabaya ‘milik’ satu etnis dinilai sebagai upaya merusak fondasi kebersamaan.
Lebih lanjut, Baihaki menilai bahwa fenomena ini menunjukkan lemahnya literasi digital sebagian masyarakat dan minimnya pengawasan terhadap konten provokatif di ruang daring.
“Kita harus waspada. Ada aktor-aktor yang sengaja melempar isu identitas untuk mencari legitimasi,” ujarnya.
AMI menyerukan agar aparat, pemerintah kota, dan komunitas digital bertindak lebih proaktif. Deteksi dini terhadap konten yang mengandung unsur rasisme dan provokasi dianggap mendesak sebelum narasi tersebut berkembang menjadi polarisasi.
Surabaya selama ini dikenal sebagai kota dengan dinamika sosial yang kuat namun stabil. Karena itu, munculnya propaganda etnis seperti dalam video tersebut dinilai sebagai sinyal bahwa ruang digital semakin rawan dimanfaatkan untuk kepentingan yang tidak transparan.
(Red)









Tinggalkan Balasan