SURABAYA, KLIKNEWS.co.id – Dua anak di bawah umur asal Kedinding, Kota Surabaya, berinisial VSL (15) dan FO (15), menjadi korban dugaan penganiayaan oleh seorang oknum polisi berpangkat Bripda yang bertugas di Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur. Keduanya mengalami luka lebam di kepala dan tubuh, hingga membuat keluarga korban melapor ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Jatim.
Laporan resmi disampaikan oleh Rita Astari (48), ibu VSL, pada Rabu (27/8/2025) siang. Ia datang ke Bidpropam bersama kedua korban, didampingi pengacara dari Kantor Hukum D’Firmansyah, SH & Rekan, yakni Dodik Firmansyah dan Sukardi. Usai hampir dua jam memberikan keterangan, Rita keluar dari gedung Bidpropam sambil menunjukkan bukti tanda terima laporan.
“Kami melaporkan oknum polisi bernama Bripda STY, atau yang biasa dipanggil Yaya, atas dugaan pelanggaran etik dan penganiayaan terhadap anak kami,” ujar Rita dengan suara bergetar.
Peristiwa itu terjadi pada Kamis (21/8/2025), sekitar pukul 19.00 WIB di Bulak Banteng Baru, Gang Cempaka, Kelurahan Bulak Banteng, Kecamatan Kenjeran, Kota Surabaya.
Saat itu, VSL dan FO tengah mengendarai sepeda motor Honda Scoopy merah menuju rumah teman mereka untuk mengambil perlengkapan drum band. Mereka ditemani dua teman lain yang juga berboncengan mengendarai motor GL Max.
Ketika tiba di lokasi kejadian, mereka berpapasan dengan Bripda yang dibonceng rekannya di atas motor Scoopy hijau. STY menegur VSL karena dianggap mengendarai motor terlalu cepat. Namun, VSL mengaku telah melaju dengan pelan dan meminta maaf, “Sepurane nek aku salah,” katanya kepada STY.
Permintaan maaf itu justru menyulut emosi sang oknum polisi. Ia turun dari motor, merebut kunci motor VSL, lalu menghajar kepala VSL berkali-kali tanpa perlawanan. FO yang dibonceng VSL juga ikut menjadi sasaran pukulan. Kedua remaja itu panik, sementara teman-temannya melarikan diri karena ketakutan.
Tidak puas memukul, STY juga menendang VSL hingga tersungkur. Aksi itu baru berhenti setelah dilerai rekannya, Bripda S. Kunci motor VSL pun dilempar begitu saja ke depan musala.
Dalam kondisi babak belur, VSL akhirnya diantar pulang oleh temannya. Namun, ia tidak langsung menceritakan insiden itu kepada keluarganya. Baru pada Jumat pagi (22/8/2025), ia mengaku kepada sang ibu, meski awalnya hanya mengatakan dipukul tiga kali oleh orang tak dikenal.
Tak tinggal diam, Rita segera melapor ke Ketua RT setempat. Melalui rekaman CCTV lingkungan, terungkap bahwa pelaku adalah anggota polisi bernama Bripda STY. Video itu menunjukkan adegan penganiayaan lebih brutal daripada pengakuan awal sang anak.
Ketua RT sempat menjadwalkan pertemuan antara keluarga korban dan pihak pelaku pada Jumat (22/8/2025), namun keluarga Satya tidak hadir karena sedang berada di Banyuwangi. Pertemuan kedua digelar pada Senin malam (25/8/2025), dihadiri ayah STY yang juga seorang anggota Polri bertugas di Polres Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Dalam pertemuan itu, pihak STY meminta maaf dan memberikan uang Rp500 ribu untuk biaya pijat VSL. “Saya menolak, tapi dipaksa menerima. Saya pulang dengan hati campur aduk,” ungkap Rita.
Ketegangan memuncak ketika Ketua RT mengunggah potongan video CCTV ke status WhatsApp. Setelah melihat rekaman tersebut, Rita merasa terpukul.
“Anak saya bilang dipukul tiga kali, ternyata berkali-kali. Ditendang, diperlakukan seperti penjahat. Anak saya bukan maling, bukan koruptor, bukan pemakai narkoba. Dia cuma mau ambil alat drum band. Kenapa harus diperlakukan seperti itu? Di mana citra polisi sebagai pengayom?” ujar Rita sambil menangis.
Merasa tak mendapat keadilan, Rita mendatangi kantor pengacara Dodik Firmansyah untuk meminta pendampingan hukum. Pada Rabu (27/8/2025), mereka resmi melapor ke Bidpropam Polda Jatim dan juga Direktorat Kriminal Umum.
“Laporan ada dua. Kami menuntut tindakan tegas, bahkan pemecatan terhadap Bripda STY Arogansi seperti ini mencoreng nama baik Polri,” tegas Dodik.
Menurut Dodik, kondisi kesehatan VSL juga mengkhawatirkan. “Matanya merah, telinganya sering berdengung. Keluarga belum bisa membawanya ke rumah sakit untuk pemeriksaan menyeluruh karena kendala biaya. BPJS juga tidak bisa dipakai. Kami akan kawal kasus ini sampai ada keadilan,” ujarnya.
Di akhir keterangannya, Rita berharap pihak kepolisian memberi keadilan bagi keluarganya.
“Saya orang kecil. Anak saya dihajar seperti itu, seolah-olah tidak ada perlindungan untuk kami. Saya hanya minta keadilan. Polisi seharusnya melindungi, bukan menganiaya,” katanya lirih.
“BERSAMBUNG” (mal/tim)
Tinggalkan Balasan