Surabaya, KlikNews.co.id – Seorang ibu rumah tangga berinisial MS (40), warga Ploso, Tambaksari, Surabaya, menjadi korban dugaan penipuan dan penggelapan dana investasi senilai Rp 200 juta. Merasa dirugikan, MS menempuh jalur hukum dan melaporkan kasus tersebut ke Polrestabes Surabaya pada Rabu petang, 30 April 2025.

Laporan diterima oleh Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) dengan nomor laporan: LP/B/402/IV/2025/SPKT/POLRESTABES SURABAYA/POLDA JAWA TIMUR. Terlapor dalam kasus ini adalah Dewi Artatik, yang berdomisili sesuai KTP di Benowo, Kecamatan Pakal, Surabaya, dan diketahui mengontrak rumah di Desa Tenaru, Kecamatan Driyorejo, Kabupaten Gresik.

Laporan mengacu pada dugaan pelanggaran Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan/atau Pasal 372 KUHP tentang penggelapan.

Kasus bermula saat MS berkenalan dengan seorang pria bernama Feri melalui media sosial Facebook. Dalam pertemuan langsung yang turut dihadiri suami MS, Feri memperkenalkan MS kepada Dewi Artatik yang mengaku sebagai pengusaha katering bernama “Dita Katering” di wilayah Gresik, dengan klaim telah bekerjasama dengan sejumlah pabrik besar.

Melalui komunikasi lanjutan, Dewi menawarkan kerjasama investasi di usaha katering miliknya. Meski awalnya ragu, MS mulai tertarik setelah ditunjukkan sejumlah bukti usaha. Pada 24 Juni 2023, kesepakatan kerjasama pun dibuat secara tertulis, menyatakan bahwa MS sebagai penyedia modal akan menerima keuntungan sebesar 8% per bulan dari total investasi.

Setelah penandatanganan perjanjian, MS mentransfer dana sebesar Rp 100 juta ke rekening Dewi. Sebulan kemudian, MS menerima bagi hasil sebesar Rp 8 juta sesuai perjanjian. Dewi lalu mengajukan tambahan modal dengan alasan adanya kerjasama baru dengan pabrik lain. Pada 12 Agustus 2023, MS kembali mengucurkan dana sebesar Rp 100 juta, sehingga total investasi mencapai Rp 200 juta. Kesepakatan baru pun dibuat.

Namun, setelah penambahan modal, realisasi keuntungan tak lagi konsisten. MS hanya menerima bagi hasil dari modal pertama pada Agustus dan September 2023, sementara modal kedua baru memberikan hasil sekali pada Oktober 2023 sebesar Rp 6 juta—jauh dari nilai yang seharusnya mencapai Rp 16 juta per bulan dari total modal. Setelah itu, pembayaran keuntungan menjadi tidak rutin dan jauh di bawah kesepakatan.

“Sejak Maret 2024 sampai sekarang, tidak ada lagi pembagian hasil. Masa perjanjian juga telah habis. Modal tidak dikembalikan dan keuntungan tidak sesuai,” ujar MS.

Merasa ditipu, MS menghubungi kantor hukum D’Firmansyah SH & Rekan di Jalan Raya Peneleh No. 128, Surabaya, dan memberikan kuasa untuk menempuh jalur hukum. Dua kali somasi dilayangkan kepada Dewi Artatik, namun tidak mendapat respons.

Pada 30 April 2025, MS didampingi kuasa hukumnya, Sukardi SH, melapor ke SPKT Polrestabes Surabaya. Menurut Sukardi, Dewi tidak menunjukkan itikad baik menyelesaikan secara kekeluargaan.

“Alasan Terlapor, ia ditipu pihak pabrik. Tapi saat diminta bukti surat perjanjian atau MoU, tidak ada. Katanya hanya order secara lisan. Ini mencurigakan dan kami duga sebagai modus penipuan,” jelas Sukardi, Jumat 2 Mei 2025.

Pihak kuasa hukum berharap laporan ini segera ditindaklanjuti oleh Polrestabes Surabaya secara cepat dan transparan agar kliennya mendapatkan keadilan dan haknya dikembalikan. (lim/ml)