SURABAYA, KlikNews.co.id – Penanganan kasus judi online di wilayah hukum Polsek Tambaksari Surabaya menuai sorotan tajam. Salah satu korban yang juga berprofesi sebagai wartawan, berinisial DM, diduga menjadi korban ketidakadilan penegakan hukum. Alih-alih dianggap sebagai korban kecanduan, DM dan dua rekannya, EO dan UN, justru diperlakukan layaknya pelaku kriminal.
Penangkapan terjadi pada Sabtu, 24 Mei 2025, pukul 22.00 WIB di sebuah warung kopi (warkop) di kawasan Jojoran, Surabaya. Ketiganya ditangkap tanpa surat penangkapan resmi (SPRI) atau melalui prosedur hukum yang semestinya (SOP). Bahkan, salah satu dari mereka, UN, yang hanya bekerja sebagai pelayan warkop, disergap saat mengantarkan kopi dan langsung dinaikkan ke mobil polisi.
Lebih mengejutkan lagi, tidak ditemukan aplikasi atau aktivitas judi online saat itu di ponsel mereka, hanya histori transaksi dua bulan sebelumnya. Tanpa alat bukti yang kuat, ketiganya tetap diamankan dan dipindahkan ke tahanan Polrestabes Surabaya pada dini hari, Selasa, 27 Mei 2025. Rambut ketiganya bahkan digunduli tanpa penjelasan yang jelas.
Upaya klarifikasi dari rekan-rekan media pun menemui jalan buntu. Kompol Imam Sholihin, SH, MH selaku Kapolsek Tambaksari, dinilai tidak responsif dan terkesan enggan membuka ruang komunikasi. Berbagai upaya mediasi yang dilakukan oleh sejumlah pimpinan redaksi media seperti Berita Tempo, Radar CNN, dan Suryanews tidak membuahkan hasil.
“Kami hanya ingin menegaskan, bahwa DM dan kawan-kawan adalah korban kecanduan judi online, bukan pelaku kriminal. Sayangnya, penegakan hukum justru tampak mengabaikan aspek kemanusiaan dan keadilan dalam kasus ini,” ujar Iwan, Pemimpin Redaksi Berita Tempo.
Fakta lain yang memperkuat bahwa para pecandu judi online adalah korban, disampaikan oleh RSJ Menur Surabaya. Hingga Mei 2025, tercatat 51 pasien menjalani perawatan akibat adiksi judi online. Mereka datang dari berbagai latar belakang, dari remaja 14 tahun hingga lansia berusia 70 tahun. Bahkan, ada yang berprofesi sebagai konsultan keuangan.
“Jumlah ini meningkat tajam dibandingkan tahun 2024 yang hanya mencatat 68 pasien sepanjang tahun. Padahal ini baru bulan Mei,” ungkap Wakil Gubernur Jawa Timur, Emil Dardak, dalam pernyataannya di Gedung Negara Grahadi, Rabu (21/5/2025).
Kondisi ini menggambarkan bahwa fenomena judi online bukan semata tindakan kriminal, tetapi juga persoalan kesehatan mental dan sosial. Oleh sebab itu, para korban layak mendapatkan pendekatan rehabilitatif, bukan represif.
“Kami menyerukan kepada aparat penegak hukum agar lebih bijak dan mengedepankan asas kemanusiaan dalam menangani kasus judi online. Jangan sampai korban justru menjadi bulan-bulanan sistem hukum yang tidak berimbang,” pungkasnya.
(Iw/ml/red)
Tinggalkan Balasan