SURABAYA, KLIKNEWS.CO.ID – Samsul Arifin, S.H., M.H., Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surabaya, menjelaskan bahwa Kejaksaan Republik Indonesia memiliki peran vital sebagai Dominus Litis, yang berarti pengendali utama dalam proses penanganan perkara pidana.
Kejaksaan berwenang untuk menentukan apakah suatu perkara layak diajukan ke pengadilan, mengarahkan proses penuntutan, serta mengawas jalannya perkara hingga tahap eksekusi putusan.
Prinsip ini telah diakui bailk dalam sistem hukum indonesia maupun di tingkat internasional. Namun, dengan rancangan KUHAP yang baru, muncul kekhawatiran akan perluasan kewenangan kejaksaan yang dianggap terlalu besar. Salah satunya, Kejaksaan kini diberi hak untuk mengintervensi perkara jika dalam 14 hari kepolisian tidak bertindak.
Ini menimbulkan perdebatan megenai keseimbangan kekuasaan antara lembaga penegak hukum, karena dapat menggeser peran kepolisian dalam tahap penyelidikan. Rancangan ini juga menimbulkan kekhawatiran terkait kewenangan Kejaksaan dalam menentukan sah atau tidaknya tindakan hukum, seperti penangkapan dan penyitaan, yang selama ini menjadi hak prerogatif hakim.
Meskipun penguatan peran Kejaksaan dapat meningkatkan efisiensi penegakan hukum, pengawasan yang terlalu besar dapat mengancam prinsip checks and balances antara lembaga penegak hukum. Efisiensi yang mengorbankan keadilan bukanlah tujuan utama hukum.
Oleh karena itu, keseimbangan antara efesiensi dan keadilan harus dijaga agar hukum tetap ditegakkan dengan prinsip yang adil.
(Saniman)