Example 325x300

Polisi Berhasil Ungkap Pemalsuan Obat Tikus di Ngawi

Istimewa foto.
Example 468x60

NGAWI, KLIKNEWS – Polres Ngawi Polda Jatim berhasil mengungkap kasus pemalsuan obat tikus dengan TKP (tempat kejadian perkara) di salah satu toko pertanian Desa Kedungputri Kecamatan Paron Kabupaten Ngawi.

Kapolres Ngawi AKBP Dwi Sumrahadi Rakhmanto, S.H dalam rilisnya mengatakan,terungkapnya kasus tersebut berawal dari laporan warga masyarakat.

Example 600x345

“Pelapor yang juga karyawan pihak produsen mengecek ke beberapa toko obat pertanian yang ada di Kabupaten Ngawi,” jelas AKBP Dwi Sumrahadi, Sabtu (10/8).

Baca Juga :  Hitungan Menit dari Mapolres L. Batu, Diduga Lokasi Jual Sabu di Gg TK Jalan Perisai Makin Eksis

Setelah mendapati obat tikus yang bertutup warna merah dan bukan asli produksi pabriknya, akhirnya melaporkan dugaan pemalsuan tersebut ke Polres Ngawi.

Dengan serangkaian penyelidikan terhadap pemilik toko, sales dan beberapa saksi lainnya, akhirnya Unit Pidana Khusus Satreskrim Polres Ngawi berhasil mengidentifikasi terduga pelaku.

“Hasil pemeriksaan para saksi, penyidik menetapkan seorang tersangka inisial GAP (29) warga Karanganyar Jawa Tengah,” ungkap AKBP Dwi Sumrahadi.

Saat diperiksa, Pelaku mengaku memesan stiker yang sama persis dengan obat tikus merk Alufos yang asli di sebuah percetakan yang ada di Surakarta.

Baca Juga :  Diduga Tambang Ilegal di Desa Boto Probolinggo, Ketua Umum Aliansi Madura Indonesia Buka Suara

“Stiker tersebut kemudian ditempelkan pada obat tikus yang sebelumnya ia beli tanpa merk (polosan),”kata AKBP Dwi Sumrahadi.

Atas pengungkapan tersebut, Polisi juga menyita barang bukti antara 1 (satu) botol obat racun tikus merk Alufos dengan tutup botol warna putih (asli) dan

190 (seratus sembilan puluh) botol obat racun tikus merk Alufos dengan tutup botol warna merah (palsu).

Baca Juga :  Putri Dinda Aura Ramadhani Dari Probolinggo Kota Berhasil Meraih Medali Emas Piala Karate Panglima Koarmada 2024

Karena perbuatannya, pelaku diterapkan pada pasal 100 ayat (2) UU Nomor 20 tahun 2016 tentang merek dan indikasi geografis

dan atau pasal 123 UU Nomor 22 tahun 2019 tentang system budidaya pertanian berkelanjutan.

“Ancaman hukuman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak 2 Millyar, ” pungkas AKBP Dwi Sumrahadi. (Red)

Example 325x300

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *