MALANG, KLIKNEWS – Sidang kasus dugaan pembunuhan yang dialami oleh kakak beradik yaitu, M. Wakhid Hasyim Afandi (29) dan M. Iqbal Faisal Amir (28) warga Desa Mangliawan Pakis, Kabupaten Malang, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, Senin 29/07/24 siang.
Didampingi penasihat hukum (PH) terdakwa M. Wakhid Hasyim Afandi (29) dan M. Iqbal Faisal Amir (28) menjalani sidang kedua dengan agenda pembacaan eksepsi. Pada eksepsi yang dibacakan oleh PH terdakwa, yaitu, Henru Purnomo, SH, MH. dan Aprilia Safitri, SH secara tegas menolak PP dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum, (JPU).
Sidang berlangsung di ruang Garuda, secara terbuka itu cukup dipenuhi oleh para tetangga satu kampung yang menuntut keadilan atau kebenaran terhadap terdakwa.
Beramai-ramai dengan serentak, mereka mengunjungi Pengadilan negeri kelas 1B Kepanjen Malang dengan berniat menemani para terdakwa yang akan menjalani Sidang K-2. Dan memberi semangat atau dukungan kepada kedua terdakwa.
Semangat yang dilontarkan oleh keluarga maupun tetangga secara lantang. Mereka mengklaim Wakhid dan dan Iqbal tidak bersalah dalam dugaan kasus perampokan disertai pembunuhan ini.
Usai persidangan, terdakwa dibawa ke ruang tahanan yang ada di pengadilan.
Kuasa hukum terdakwa, Henru Purnomo, menyatakan, bahwa kliennya tidak bersalah dan mencatat adanya kejanggalan kejanggalan dalam penanganan kasus yang dialami oleh Kliennya dengan tuduhan pencurian disertai pembunuhan yang terjadi di Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, pada 22 Maret 2024 lalu.
“Adanya beberapa kejanggalan dalam proses penyidikan tersebut diantaranya. Tidak adanya pendampingan hukum pada saat penyidikan. Dan yang kedua, proses tersebut bertentangan dengan pasal 56 ayat 1 KUHP dan dinyatakannya cacat hukum,” jelasnya saat di wawancarai awak media setelah persidangan selesai di gelar.
Dari kejanggalan tersebut, pihak Kuasa Hukum terdakwa cepat-cepat menyelidiki kasus tersebut di antaranya, muncullah keanehan pada saat penyidikan Rekontruksi Perkara, yakni pada hari dan jam yang sama.
“Apakah bisa dibenarkan jika penyidikan dibarengkan dengan rekontruksi di hari dan jam yang sama yang dilakukan di Polsek Pakis dan di lokasi kejadian,” tambahnya.
Lebih lanjut Henru menjelaskan, yang lebih aneh lagi pada jam 17.00 wib. Para saksi dinyatakan sebagai tersangka oleh penyidik padahal yang bersangkutan belum melakukan pemeriksaan, dan para terdakwa baru dilakukan pemeriksaan pada jam 23.00 tanggal 31 Maret 2024.
Menurut pengakuan dari para tersangka, sebelum dilakukan penyelidikan mereka mendapatkan perlakuan yang tidak sewajarnya yang membuat mereka trauma sehingga menurut mereka, mereka mengamini (menurut terdakwa-red) apa yang dikatakan penyidik, padahal mereka tidak melakukan perbuatan tersebut.
Lebih dianggap tidak masuk akal, hal tersebut sangat bertentangan yakni mereka melakukan pengambilan sempel darah atau tes DNA. Bukan melalui Lapforkrim Polda Jatim melainkan melalui lembaga penyakit tropikal yang ada di universitas Surabaya (Unair).
Pada saat perkara tersebut diterima, terdapat beberapa surat yang tidak sesuai dengan isi resume serta BAP yang mana merupakan tindak pelanggaran. Baik di sengaja maupun tidak sengaja. Yang faktanya terdapat surat yang di dalamnya tidak terdaftar dari resume dan tanggalnya pengeluaran tidak sesuai.
“Untuk langkah selanjutnya, yang akan kita tempuh ya tergantung dengan kesepakatan keluarga dari Klien kami, Kami akan melakukan tindak pidana baik ke instansi terkait baik ke Polda Jatim, Mabes Polri Komnasham maupun Kompolnas. Tapi belum tau waktunya dan kami siap memback up perkara ini,” tutupnya.
Penasehat Hukum terdakwa akan terus mengumpulkan bukti terkait kejanggalan kasus tersebut guna memperoleh kebenaran serta keadilan yang seadil adilnya.
Ada Apakah dengan hukum yang ada di negara ini, apakah dari pihak terkait bisa mempertanggung jawabkan perihal “Praduga Salah Tangkap” dan perlakuan tidak sewajarnya selama masa penyidikan dilakukan. (Wen/Mal)